Tulisan Bunda

Antara Anggun dan Mbak Ririn

Tulisan ini telah dimuat di Harian Jawa Pos Radar Jember , April 2013
 
Siapa tak kenal Anggun? Penyanyi rock perempuan Indonesia era 90 an yang kini menjelma menjadi seorang diva internasional. Terlepas dari statusnya yang kini sebagai warga Negara Perancis, Anggun memaknai nasionalisme dengan membawa harum nama Indonesia sebagai negara pencetak seniman berkelas internasional. Dibalik prestasinya tersebut, Anggun selalu bangga dengan identitas Asia dan ke Indonesiaannya. Anggun telah menemukan jati dirinya di dunia tarik suara sejak usia 9 tahun. Kini suara Anggun didengar oleh masyarakat dunia. Untuk itu Anggun menjadi duta mikrokredit (Year Of Microcredit), Goodwill Ambassador Badan Pangan Dunia ( FAO) dan yang terakhir menjadi duta Sasaran Pembangunan Millenium (MDG Champion). Pesan Anggun adalah cintai lingkungan dan sesama , bahwa menjadi perempuan harus berkarakter, kuat, powerful. Anggun aktif menyerukan Billion Hungry Project , untuk menyadarkan masyarakat agar menekan pemerintah supaya lebih serius memerangi kemiskinan. Anggun adalah salah satu prototype perempuan Indonesia era sekarang.
Mbak Ririn adalah perempuan desa tempat di mana penulis tinggal. Ujian yang diberikan oleh Allah berupa seorang anak yang lahir premature dengan komplikasi beberapa penyakit tidak membuat mbak Ririn putus asa dan mencari kambing hitam. Di tengah keterbatasan ekonomi mbak Ririn berjuang dengan satu harapan yaitu kesembuhan buah hatinya. Bila tiba waktu untuk membawa anaknya ke dokter, mbak Ririn harus bangun subuh , melewati jalan yang lumayan sulit dengan ojek dan meninggalkan pekerjaan hariannya mencari rumput. Di tengah keterbatasan pendidikan, mbak Ririn berusaha sekuat tenaga menyerap segala arahan yang diberikan petugas medis step by step dengan sabar,berusaha menyamakan frekuensi komunikasinya dengan dokter bahkan dokter spesialis, selalu tersenyum dan tak pernah saya dengar keluhan satu kata pun. Bahkan mbak Ririn masih sempat berbagi dengan membawa hasil kebun sebagai oleh-oleh bagi beberapa petugas yang sudah berbagi waktu dan tenaga ikut merawat anaknya. Mbak Ririn telah mampu menguasai proses pembuatan beberapa formula khusus untuk terapi gizi, stimulasi tumbuh kembang dan prinsip dasar rehabilitasi dan fisioterapi medis bagi anaknya. Melihatnya , penulis teringat kecerdasan bawaan yang dimiliki oleh Ny. Ontosoroh dalam novel Bumi Manusia – nya Pramudya Ananta Toer. Mbak Ririn telah menjelma menjadi perempuan desa,dengan kelas ekonomi lemah,dengan akses infrastruktur yang lumayan sulit dijangkau, tapi mempunyai akses terhadap dunia kesehatan yang up to date, karena mbak Ririn telah mempunyai handphone dan nomer-nomer kontak terpenting yang bisa dia panggil sewaktu-waktu saat anaknya ada masalah, yaitu tukang ojek, sopir ambulan desa, perawat ponkesdes, bidan desa, petugas gizi dan dokter puskesmas. Segala jadwal pertemuan dengan pihak puskesmas dan rumah sakit telah ia koordinasikan dengan mandiri melalui kontak tersebut. Mbak Ririn telah bisa mengoptimalkan segala potensi sekecil apapun yang ia punya. Hal yang bahkan mungkin tidak semua orang bisa melakukannya. Mbak Ririn juga merupakan salah satu prototype perempuan Indonesia era sekarang . Walaupun kondisi fisik dan materi mbak Ririn amat sangat berbeda dengan Anggun, Anggun pasti mengamini kalau saya sebut mbak Ririn adalah perempuan yang berkarakter dan powerful.
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia, Karakter memiliki arti: Sifat-sifat kejiwaan, akhlak atau budi pekerti yang membedakan seseorang dari yang lain. Karakter adalah cara berpikir dan berperilaku yang menjadi ciri khas tiap individu untuk hidup dan bekerjasama, baik dalam lingkup keluarga, masyarakat, bangsa dan negara. Individu yang berkarakter baik adalah individu yang bisa membuat keputusan dan siap mempertanggungjawabkan tiap akibat dari keputusan yang ia buat. Perempuan yang berkarakter baik adalah sosok perempuan yang dibutuhkan oleh Indonesia dalam menekan angka kematian Ibu dan balita, serta memerangi HIV-AIDS. Sehebat apapun infrastruktur fisik, pendanaan dan program yang dibuat, apabila luput dalam memperhatikan karakter dan humanisme maka program tersebut tidak akan berjalan optimal. Masalahnya adalah di mana karakter itu bisa dibentuk, oleh siapa dan bagaimana caranya.
Minggu-minggu terakhir ini semua orang mafhum dengan karut marut Ujian Nasional (UN) yang terjadi dan ditampilkan secara nyata di media massa. Walaupun karakter tidak sinergi dengan nilai UN, tapi justru proses pelaksanaan UN itu sendiri yang justru merepresentasikan masih lemahnya dunia pendidikan dalam melahirkan manusia berkarakter khususnya perempuan berkarakter baik, tangguh, powerful, berdaya dengan dirinya sendiri, sadar akan apa yang diperbuat, bertanggung jawab terhadap keputusan yang dibuat dan sadar akan konsekuensinya. Bukankah manusia di dunia termasuk perempuan besok akan mempertanggung jawabkan semua amal perbuatannya sendiri-sendiri? Termasuk apabila perempuan itu memilih aborsi karena ayah dari anak yang dikandung tidak mau bertanggung jawab, atau karena takut tidak bisa menghidupi dan menyekolahkan anaknya kelak. Termasuk juga apabila perempuan itu memilih untuk berkarir di ranah publik dengan melalaikan tanggung jawab mengasuh, menyusui dan mendidik anak-anaknya demi eksistensi dan egoisme pribadi. Perempuan bukanlah sekedar seorang isteri yang keputusannya apa kata suami, atau seorang pegawai yang keputusannya apa kata atasan. Perempuan harus berani menuangkan ide dan karyanya dalam setiap momen tanpa takut dipandang sebelah mata, karena sejatinya perempuan akan dihargai apabila ia menghargai dirinya sendiri. Perempuan harus memberi harga mahal atas semua kontribusi, pemikiran , ide dan suara dan potensi yang dimilikinya.
Apabila dunia pendidikan belum berdaya mempersembahkan manusia berkarakter baik, maka keluarga adalah satu-satunya institusi yang dapat membentuk karakter. Keluarga adalah institusi yang tidak dapat diintervensi oleh siapapun kecuali Tuhan, sehingga orang tua boleh memahatkan karakter seperti apa yang diinginkan oleh orang tuanya. Masalahnya adalah tidak semua orang yang siap menikah itu siap menjadi orang tua. Dan tidak semua orang tua dapat membekali cara-cara menjadi orang tua yang baik kepada anak-anaknya. Pekerjaan yang maha penting dan besar serta berjangka amat panjang bahkan seumur hidup itu harus dilakukan secara serius oleh orang tua terutama seorang ibu, karena perempuan telah dibekali perasaan, kelembutan dan insting sebagai seorang ibu. Dengan ridho Allah,dari ibu yang berkarakter baik, akan lahir manusia berkarakter baik.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar